Sambil lepas kangen dah lama kita tak jumpa bersama : Ilham, Zainullah, Iyan dan Nurul Hidayat
Minggu, 12 Maret 2017
Rabu, 08 Maret 2017
PERBEDAAN WANITA DULU DENGAN SEKARANG
PERBEDAAN WANITA DULU DENGAN SEKARANG
ADA yang berseloroh, beda wanita dulu dan sekarang adalah wanita zaman
dulu tentunya sekarang sudah menjadi tua alias nenek-nenek. Ada-ada saja
ya. Tapi memang, seiring bergulirnya zaman, ada perbedaan dari segi
norma, sikap, dan cara pandang.Dulu kaum wanita muda merasa takut untuk keluar rumah malam-malam. Tetapi saat ini, batasan malam itu sudah tidak jelas bagi mereka. Banyak wanita sampai jam 11 malam masih ngider-ngider di tengah kota.
Dulu memakai pakaian seksi, ketat, membentuk badan, memakai rok mini, celana pendek, dll. Dianggap tabu dan memalukan. Tetapi saat ini ia menjadi kebanggaan. Banyak wanita muda masa kini “stress” kalau tidak bisa berseksi-seksi ria di depan umum.
Dulu, dunia pelacuran itu sangat dibenci dan dijauhi sekuat tenaga. Tetapi saat ini banyak pelacur tanpa malu-malu memamerkan diri dan tubuhnya di TV, majalah, koran, arena konser, dan memamerkan suara erotik di radio, lewat lagu, dll.
Dulu wanita-wanita muda yang terlibat dalam pornografi sangat sedikit. Sangat kecil jumlahnya. Tetapi saat ini, jumlah mereka sangat besar. Mereka tidak malu-malu menjadi obyek media pornografi. (Biasanya, wanita-wanita demikian sudah pernah melakukan zina dengan laki-laki, siapapun dirinya. Karena sudah pernah zina, jadi “urat rasa malunya” sudah putus. Dengan terlibat pornografi, selain alasan komersil, dia juga ingin “balas dendam” kepada semua laki-laki. Siapa yang berbuat, siapa yang kena akibat?).
Dulu kaum wanita muda memiliki komitmen moral dalam sikap, perilaku, perkataan, cara bergaul. Mereka tidak mau melakukan hal-hal yang melanggar norma moral. Tapi saat ini, sebagian tingkah wanita sudah seperti “hidup tanpa norma” sama sekali.
"SEMOGA BERMAMFAAT "
SOSOK PEREMPUAN DALAM KELUARGA
Wanita
(seorang ibu) itu adalah mengurus di dalam rumah suaminya dan mendidik
putra-putrinya (Al Hadist Syarif)
Peran dan tugas perempuan dalam
keluarga secara garis besar dibagi menjadi peran wanita sebagai ibu, ibu
sebagai istri, dan anggota masyarakat. Dalam kesempatan kali ini pembicaraan
lebih ditekankan pada tugas perempuan dalam membina kesehatan mental bagi
dirinya, keluarganya maupun masyarakatnya. Agar dapat melakukan peran atau
tugasnya dengan baik, maka perlu dihayati benar mengenai sasaran dan tujuan
dari peran itu.
Di samping itu, perempuan harus
menguasai cara atau teknik memainkan peran atau melaksanakan tugasnya,
disesuaikan dengan setiap situasi yang dihadapinya. Sebagai ibu, pendidik
anak-anak perempuan harus mengetahui porsi yang tepat dalam memberikan
kebutuhan-kebutuhan anaknya, yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya.
Sikap maupun perilakunya harus dapat dijadikan contoh bagi anak-anaknya.
Sebagai seorang istri, wanita harus menumbuhkan suasana yang harmonis, tampil
bersih, memikat dan mampu mendorong suami untuk hal-hal yang positif. Sebagai
anggota masyarakat, wanita diharapkan peran sertanya dalam masyarakat.
PERAN PEREMPUAN SEBAGAI IBU
Keluarga
merupakan suatu lembaga sosial yang paling besar perannya bagi kesejahteraan
sosial dan kelestarian anggota-anggotanya terutama anak-anaknya. Keluarga
merupakan lingkungan sosial yang terpenting bagi perkembangan dan pembentukan
pribadi anak. Keluarga merupakan wadah tempat bimbingan dan latihan anak sejak
kehidupan mereka yang sangat musa. Dan diharapkan dari keluargalah seseorang
dapat menempuh kehidupannya dengan masak dan dewasa.
Berbicara mengenai pendidikan anak,
maka yang paling besar pengaruhnya adalah ibu. Ditangan ibu keberhasilan
pendidikan anak-anaknya walaupun tentunya keikut-sertaan bapak tidak dapat
diabaikan begitu saja. Ibu memainkan peran yang penting di dalam mendidik
anak-anaknya, terutama pada masa balita. Pendidikan di sini tidak hanya dalam
pengertian yang sempit. Pendidikan dalam keluarga dapat berarti luas, yaitu
pendidikan iman, moral, fisik/jasmani, intelektual, psikologis, sosial, dan
pendidikan seksual.
Peranan ibu di dalam mendidik
anaknya dibedakan menjadi tiga tugas penting, yaitu ibu sebagai pemuas
kebutuhan anak; ibu sebagai teladan ataau “model” peniruan anak dan ibu sebagai pemberi
stimulasi bagi perkembangan anak.
1. Ibu sebagai sumber pemenuhan kebutuhan anak
Fungsi ibu sebagai pemuas kebutuhan ini sangat besar
artinya bagi anak, terutama pada saat anak di dalam ketergantungan total
terhadap ibunya, yang akan tetap berlangsung sampai periode anak sekolah,
bahkan sampai menjelang dewasa. Ibu perlu menyediakan waktu bukan saja untuk
selalu bersama tetapi untuk selalu berinteraksi maupun berkomunikasi secara
terbuka dengan anaknya.
Pada dasarnya kebutuhan seseorang meliputi kebutuhan fisik,
psikis, sosial dan spiritual. Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan
makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Kebutuhan psikis
meliputi kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, diterima dan dihargai. Sedang kebutuhan
sosial akan diperoleh anak dari kelompok di luar lingkungan keluarganya.
Dalam pemenuhan kebutuhan ini, ibu hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk
bersosialisasi dengan teman sebayanya. Kebutuhan spiritual, adalah
pendidikan yang menjadikan anak mengerti kewajiban kepada Allah, kepada
Rasul-Nya, orang tuanya dan sesama saudaranya. Dalam pendidikan spiritual, juga
mencakup mendidik anak berakhlak mulia, mengerti agama, bergaul dengan
teman-temannya dan menyayangi sesama saudaranya, menjadi tanggung jawab ayah
dan ibu. Karena memberikan pelajaran agama sejak dini merupakan kewajiban orang
tua kepada anaknya dan merupakan hak untuk anak atas orang tuanya, maka jika
orang tuanya tidak menjalankan kewajiban ini berarti menyia-nyiakan hak anak.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
Rasulullah saw Bersabda: “Setiap
bayi lahir dalam keadaan fitrah (bertauhid). Ibu bapaknyalah yang menjadikan
Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
2.
Ibu sebagai teladan atau model bagi
anaknya.
Dalam mendidik
anak seorang ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Mengingat bahwa
perilaku orangtua khususnya ibu akan ditiru yang kemudian akan dijadikan
panduan dalam perlaku anak, maka ibu harus mampu menjadi teladan bagi
anak-anaknya. Seperti yang difirmankan Allah dalam:
Surat Al-Furqaan ayat 74:
“Ya Tuhan
kami, anugerahkanlah kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertaqwa.”
3.
Ibu sebagi pemberi stimuli bagi
perkembangan anaknya
Perlu diketahui bahwa pada waktu kelahirannya,
pertumbuhan berbagai organ belum sepenuhnya lengkap. Perkembangan dari
organ-organ ini sangat ditentukan oleh rangsang yang diterima anak dari ibunya.
Rangsangan yang diberikan oleh ibu, akan memperkaya pengalaman dan mempunyai
pengaruh yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Bila pada bulan-bulan
pertama anak kurang mendapatkan stimulasi visual maka perhatian terhadap
lingkungan sekitar kurang. Stimulasi verbal dari ibu akan sangat memperkaya
kemampuan bahasa anak. Kesediaan ibu untuk berbicara dengan anaknya akan
mengembangkan proses bicara anak. Jadi perkembangan mental anak akan sangat
ditentukan oleh seberapa rangsang yang diberikan ibu terhadap anaknya.
Rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam alat permainan yang edukatif
maupun kesempatan untuk rekreasi yang dapat memperkaya pengalamannya.PERAN WANITA SEBAGAI ISTRI PENDAMPING SUAMI
Berbicara masalah peran ibu sebagai
istri pendamping suami tentunya tidak lepas dari peran ibu sebagai ibu rumah
tangga. Tetapi ada baiknya dilihat beberapa peran yang pokok seorang wanita
sebagai pendamping suami.
1. Istri sebagai teman/partner hidup
Pengertian teman di sini mempunyai arti adanya kedudukan
yang sama. Istri dapat menjadi teman yang dapat diajak berdiskusi tentang
masalah yang dihadapi suami. Sehingga apabila suami mempunyai masalah yang
cukup berat, tapi istri mampu memberikan suatu sumbangan pemecahannya maka
beban yang dirasakan suami berkurang. Disamping itu sebagai teman menandung
pengertian jadi pendengar yang baik. Selama di kantor suami kadang mengalami
ketidak-puasan atau perlakuan yang kurang mengenakkan, kejengkelan-kejengkelan
ini dibawanya pulang. Di sini istri dapat mengurangi beban suami dengan cara
mendengarkan apa yang dirasakan suami, sikap seperti ini dapat memberi
ketenangan pada suami.
2. Istri sebagai penasehat yang
bijaksana
Sebagai manusia biasa suami tidak dapat luput dari
kesalahan yang kadang tidak disadarinya. Nah, di sini istri sebaiknya
memberikan bimbingan agar suami dapat berjalan di jalan yang benar. Selain itu
suami kadang menghadapi masalah yang pelik, nasehat istri sangat dibutuhkan
untuk mengatasi masalahnya.
3. Istri sebagai pendorong suami
Sebagai manusia, suami juga masih selalu membutuhkan
kemajuan di bidang pekerjaannya. Di sini peran istri dapat memberikan
dorongan atau motivasi pada suami. Suami diberi semangat agar dapat mencapai
jenjang karier yang diinginkan, tentunya harus diingat
keterbatasan-keterbatasannya. Artinya istri tidak boleh yang terlalu ambisi
terhadap karir atau kedudukan suami, kalau suami tidak mampu jangan dipaksakan,
hal ini akan menimbulkan hal-hal yang negatif.
Pada prinsipnya dari apa yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
peran istri sebagai pendamping suami dapat sebagai teman, pendorong dan
penasehat yang bijaksana. Dan yang paling penting bahwa semua peran itu dapat
dilakukan dengan baik apabila ada keterbukaan satu sama lain, kerjasama yang
baik dan saling pengertian.
Demikianlah sekelumit pokok-pokok yang dapat dijadikan pengetahuan bagi
ibu-ibu dalam melakukan perannya di dalam keluarga. Insya Allah, keluarga kita
semua menjadi keluarga Sakinah.
Semoga bermanfaat. Wassalam Wr.Wb.
Langganan:
Postingan (Atom)